Cara Rasul Perlakukan Isterinya




Rasulullah adalah seorang suami yang sangat meninggikan kedudukan para istrinya dan amat menghormati mereka. Aisyah bercerita tentang hal ini:

Sekelompok orang Habasyah masuk masjid dan bermain di dalamnya. Ketika itu Rasulullah berkata kepadaku, “Wahai Humayra, apakah kamu senang melihat mereka?” Aku menjawab, “Ya.” Maka beliau berdiri di pintu rumah. Aku menghampirinya. Kuletakkan daguku di atas pundaknya dan kusandarkan wajahku ke pipinya. Di antara ucapan mereka (orang-orang Habasyah) waktu itu, "Abu al-Qasim (Rasulullah) orang baik". Lalu Rasulullah berkata, “Cukup.” Aku berkata, “Ya Rasulullah, jangan tergesa-gesa.” Beliau pun berdiri lagi untukku. Kemudian beliau berkata lagi, “Cukup.” Aku berkata, “Jangan tergesa-gesa, ya Rasulullah.” Bukan melihat mereka bermain yang aku suka, melainkan aku ingin para perempuan tahu kedudukan Rasulullah bagiku dan kedudukanku dari beliau.”

Bayangkan seorang istri berdiri di belakang suaminya untuk melindunginya. Kemudian sang istri meletakkan dagunya di pundak sang suami, wajah sang istri menempel di pipi sang suami. Sang istri meminta sang suami berdiri lebih lama untuknya. Mereka berdiri di pintu rumah sambil memerhatikan orang-orang yang sedang bermain di masjid depan rumah. Kemudian sang istri bertutur, “Sesungguhnya bukan orang-orang yang sedang bermain itu yang menarik perhatianku. Bukan pemandangan itu yang membuatku ingin berlama-lama berdiri di sini bersama suami. Aku hanya ingin para istri tahu kedudukanku bagi suamiku dan kedudukan suamiku bagiku.” Bersama itu, sang suami dengan sabar memenuhi permintaan sang istri terkasih, demi cinta padanya dan guna menjaga perasaannya.

Betapa pun banyak dan beratnya tanggung jawab yang harus dipukul Sang Rasul, beliau tidak pernah lupa akan hak-hak para istrinya. Beliau memperlakukan mereka dengan amat lembut dan penuh kasih. Tidak pernah sedikit pun beliau mengurangi hak mereka. Beliaulah yang dalam salah satu haditsnya bersabda, “Kaum perempuan (para istri) adalah saudara kandung kaum laki-laki (para suami).”

Hadits ini menjadi dalil bahwa beliau tidak pernah menganggap kecil kedudukan para istrinya. Beliau menempatkan mereka pada kedudukan yang setara dengan beliau dan memposisikan mereka pada posisi yang agung. Bagaimana tidak, pada diri seorang istri tersandang sejumlah predikat mulia: ibu, istri, saudara perempuan, bibi, dan anak perempuan.


EmoticonEmoticon